1. 1.Pengertian Seleksi dan
Penempatan
1.1
Pengertian Seleksi
Seleksi
adalah proses pencarian karyawan untuk menyeleksi calon tenaga kerja yang
dianggap memenuhi kriteria yang sesuai dengan karakter pekerjaan yang dilamar
dengan sasaran membuat suatu rekomendasi untuk menolak atau menerima calon
tenga kerja berdasarkan suatu dugaan tentang potensi-potensi dari calon tenaga
kerja untuk berhasil dalam bekerja. Disamping itu pengertian seleski menurut
T.Hani Handoko, menyatakan bahwa: “seleksi adalah serangkaian langkah kegiatan
yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau tidak.
Langkah-langkah ini mencakup pemaduan kebutuhan-kebutuhan kerja pelamar dan
organisasi. Dalam banyak departemen personalia, penarikan, dan seleksi
digabungkan dan disebut employment
Function.”
1.2
Pengertian Penempatan
Proses penempatan merupakan suatu proses
yang sangat menentukan dalam mendapatkan karyawan yang kompeten yang dibutuhkan
perusahaan, karena penempatan yang tepat dalam posisi jabatan yang tepat akan
dapat membantu perusahaan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Adapun
pengertian penempatan menurut para ahli antara lain :
a. Menurut Marihot T. E. Hariandja (2005 :
156) menyatakan bahwa :“Penempatan
merupakan proses penugasan/pengisian jabatan atau penugasan kembali pegawai
pada tugas/jabatan baru atau jabatan yang berbeda”.
b. Menurut Mathis & Jackson (2006:262)
menyatakan bahwa : “Penempatan adalah menempatkan posisi seseorang ke
posisi pekerjaan yang tepat, seberapa
baik seorang karyawan cocok dengan pekerjaanya akan mempengaruhi jumlah dan
kualitas pekerjaan.
c. Menurut B. Siswanto Sastrohadiryo yang
dikutip oleh Suwatno (2003:138). “Penempatan pegawai adalah untuk menempatkan
pegawai sebagai unsur pelakasana pekerjaan pada posisi yang sesuai dengan
kemampuan, kecakapan dan keahliaanya”.
Berdasarkan
definisi yang yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa penempatan adalah kebijaksanaan sumber daya manusia untuk menentukan
posisi/ jabatan seseorang.
2.
Proses Seleksi
Proses
seleksi tampak sederhana dalam teori. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
manajemen menetapkan serangkaian tahap yang harus dilalui para pelamar. Proses
ini disusun dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan jabatan yang telah
ditetapkan. Kemudian manajer memeriksa prestasi para pelamar di waktu yang lalu
dan memilih orang-orang yang memiliki kemampuan, pengalaman dan kepribadian
yang paling memenuhi persyaratan suatu jabatan.
Proses
seleksi bukan merupakan tujuan akhir, tetapi prasarana dengan mana organisasi
berupaya untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasarannya. Secara alamiah,
organisasi menghadapi keterbatasan-keterbatasan, seperti anggaran atau sumber
daya lainnya yang mungkin akan membatasi proses seleksi. Disamping itu,
berbagai strategi, kebijaksanaan dan taktik organisasi juga merupakan
batasan-batasan.
2.1
Langkah-langkah dalam peroses seleksi
2.1.1.
Penerimaan awal
Proses
seleksi merupakan jalur dua arah. Organisasi memilih para karyawan dan para
pelamar memilih perusahaan. Seleksi dimulai dengan kunjungan calon pelamar ke
kantor personalia atau dengan permintaan tertulis untuk aplikasi.
Bila
pelamar datang sendiri, wawancara pendahuluan dapat dilakukan. Ini akan sangat
membantu dalam upaya menghilangkan kesalahapahaman dan menghindarkan pencarian
informasi dari sumber tidak resmi (“jalan belakang”).
2.1.2. Tes Penerimaan (Ujian)
Tes-tes
penerimaan sangat berguna untuk mendapatkan informasi yang relatif obyektif
tentang pelamar yang dapat dibandingkan dengan para pelamar lainnya dan para
karyawan sekarang. Tes-tes penerimaan merupakan berbagai peralatan bantu yang
menilai kemungkinan padunya antara kemampuan, pengalaman dan kepribadian
pelamar dan persyaratan jabatan.
Agar
tes dapat meloloskan para pelamar yang tepat, maka ia harus valid. Validitas
berarti bahwa skor-skor tes mempunyai hubungan yang berarti (signifikan) dengan
prestasi kerja atau dengan kriteria-kriteria relevan lainnya.
2.1.3. Berbagai
Peralatan Tes
Ada
bermacam-macam jenis tes penerimaan. Setiap tipe tes mempunyai kegunaan yang
terbatas, dan mempunyai tujuan yang berbeda. Secara ringkas, berbagai tipe tes
dapat diuraikan sebagai berikut:
A.
Tes-tes Psikologis (Psychological Test)
·
Test kecerdasan
(intelligence test) : Yang menguji kemampuan mental pelamar dalam hal daya
pikir secara menyeluruh dan logis.
·
Test kepribadian (personality test) : Dimana hasilnya akan
mencerminkan kesediaan bekerja sama, sifat kepemimpinan dan unsur-unsur
kepribadian lainnya.
·
Test bakat (aptitude test) : Yang mengukur kemampuan
potensial pelamar yang dapat dikembangkan
·
Test minat (interest test) : Yang mengatur
antusiasme pelamar terhadap suatu jenis pekerjaan.
·
Tes prestasi (achievement test) : Yang mengukur
kemampuan pelamar sekarang
B. Tes-tes
Pengetahuan (Knowledge Tests)
Yaitu
bentuk tes yang menguji informasi atau pengetahuan yang dimiliki para pelamar.
Pengetahuan yang diujikan harus sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan
pekerjaan.
C.
Performance Tests
Yaitu
bentuk tes yang mengukur kemampuan para pelamar untuk melaksanakan beberapa
bagian pekerjaan yang akan dipegangnya. Sebagai contoh, tes mengetik untuk
calon pengetik. Selain
harus feasible penggunaan tes juga
harus fleksibel. Hasil tes tidak selalu merupakan langkah pertama atau terakhir
dalam proses seleksi. Akhirnya, tes penerimaan hanya merupakan suatu teknis di
antara berbagai teknik yang digunakan dalam proses seleksi, karena tes hanya
dapat dilakukan terhadap faktor-faktor yang bisa diuji secara mudah. Hal-hal
yang tidak dapat diukur melalui pengujian mungkin sama pentingnya.
D. Wawancara
seleksi
Wawancara
seleksi adalah percakapan formal dan mendalam yang dilakukan untuk mengevaluasi
hal dapat diterimanya atau tidak (acceptability)
seorang pelamar. Pewawancara (interviewer)
mencari jawab dua pertanyaan umum. Dapatkah pelamar melaksanakan pekerjaan?
Bagaimana kemampuan pelamar dibandingkan dengan pelamar lain. Wawancara
mempunyai tingkah fleksibilitas tinggi, karena dapat diterapkan baik terhadap
para calon karyawan manajerial atau operasional, berketerampilan tinggi atau
rendah, maupun staf. Teknik ini juga memungkinkan pertukaran informasi dua arah
: pewawancara mempelajari pelamar, dan sebaliknya pelamar mempelajari
perusahaan.
E. Proses
Wawancara
Tahap-tahap
proses wawancara meliputi persiapan pewawancara, pengarahan atau penciptaan
hubungan, pertukaran informasi, terminasi dan evaluasi. Setiap tahap harus
dijalani agar wawancara berhasil.
*
Persiapan pewawancara. Kegiatan persiapan ini mencakup penentuan sasaran
wawancara, pengembangan berbagai pertanyaan spesifik yang akan diajukan dalam
proses wawancara, penetapan tipe wawancara dan format pertanyaan, serta
pengenalan awal tentang pelamar dengan mempelajari blanko lamaran. Disamping
itu, pewawancara harus mampu menjelaskan tugas-tugas pekerjaan, standar
prestasi, upah dan tunjangan-tunjangan lain, dan bidang-bidang pekerjaan
lainnya.
*
Pengarahan. Setelah wawancara dimulai, pewawancara perlu menciptakan hubungan
yang relaks dengan pelamar dan suasana yang “enak”. Tanda kondisi ini
pewawancara mungkin tidak memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas tentang
potensi pelamar.
* Pertukaran Informasi. Inti proses
wawancara adalah pertukaran informasi. Untuk membantu menciptakan hubungan,
banyak pewawancara mulai dengan bertanya kepada pelamar bila ada
pertanyaan-pertanyaan yang ingin diajukan. Ini menimbulkan komunikasi dua arah
dan memungkinkan pewawancara mulai untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada pelamar.
* Terminasi. Bila waktu wawancara yang
tersedia habis, pewawancara perlu memberi isyarat bahwa wawancara akan segera diakhiri,
dalam hal ini sekali lagi komunikasi non verbal sangat berguna.
*
Evaluasi. Segera setelah wawacara berakhir, pewawancara harus mencatat
jawaban-jawaban tertentu dan kesan-kesan umum mengenai pelamar. Penilaian ini
dapat menggunakan catatan yang telah disiapkan secara standar. Penggunaan
catatan atau daftar standar akan meningkatkan reliabilitas wawancara sebagai
teknik seleksi.
F. Kesalahan-kesalahan
Wawancara
Ada berbagai penyebab
kesalahan atau perangkap dalam proses wawancara. Kegagalan untuk mengatasi
penyebab-penyebab kesalahan wawancara akan menurunkan efektivitas wawancara.
Berbagai bentuk kesalahan wawancara secara terinci dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Halo Effect
Kesalahan ini terjadi
bila pewawancara menggunakan informasi terbatas tentang pelamar untuk
berprasangka dalam evaluasi terhadap karakteristik-karakteristik lain pelamar.
Contoh, seorang pelamar yang mempunyai senyuman menarik (apalagi kalau cantik
atau ganteng) dan simpatik diperlakukan sebagai calon unggul sebelum wawancara
dimulai.
2. Leading Questions
Kesalahan ini akibat
pewawancara mengirimkan telegram jawaban yang diinginkan dengan cara memberi
arah pertanyaan-pertanyaan wawancara.
Contoh
: apakah saudara setuju bahwa laba
adalah penting ?
apakah saudara
akan menyenangi pekerjaan ini?
3. Personal Bases
Kesalahan ini merupakan
hasil prasangka pribadi pewawancara terhadap kelompok-kelompok tertentu.
Contoh
: “saya lebih menyukai personalia penjualan yang berbadan tinggi”
“ada pekerjaan yang hanya pantas untuk pria
dan ada pekerjaan yang hanya pantas untuk wanita”.
4. Dominasi
Pewawancara
Kesalahan ini akibat
pewawancara menggunakan waktu wawancara untuk “membual” kepada pelamar,
menyombongkan keberhasilan, atau melakukan percakapan sosial.
Contoh : penggunaan
waktu wawancara untuk menceritakan rencana-rencana perusahaan, penggunaan waktu
wawancara untuk memberitahukan bagaimana pentingnya pekerjaan pewawancara.
5. Evaluasi
medis
Proses
seleksi ini mencakup pemeriksaan kesehatan pelamar sebelum keputusan penerimaan
karyawan dibuat. Pada umumnya, evaluasi ini mengharuskan pelamar untuk
menunjukkan informasi kesehatannya. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh dokter
diluar perusahaan maupun oleh tenaga medis perusahaan sendiri. Evaluasi medis
memungkinkan perusahaan untuk menekan biaya perawatan kesehatan karyawan dan
asuransi jiwa, mendapatkan karyawan yang memenuhi persayaratan kesehatan fisik
untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu, atau memperoleh karyawan yang dapat
mengatasi stress fisik dan mental suatu pekerjaan.
6. Wawancara atasan langsung/manajer
Atasan
langsung (penyelia) pada akhirnya merupakan orang yang bertanggungjawab atas
para karyawan baru yang diterima. Oleh karena itu, pendapat dan persetujuan
mereka harus diperhatikan untuk keputusan penerimaan final. Penyelia sering
mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi kecakapan teknis pelamar dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari pelamar tentang pekerjaan tertentu secara lebih
tepat. Atas dasar ini banyak organisasi yang memberikan wewenang kepada
penyelia untuk mengambil keputusan penerimaan final.
Komitmen
para penyelia pada umumnya akan semakin besar bila mereka diajak berpartisipasi
dalam proses seleksi. Partisipasi mereka paling baik diperoleh melalui
supervisory interview. Dengan mengajukan serangkaian pertanyaan, penyelia
menilai kecakapan teknis, potensi, kesediaan bekerjasama, dan seluruh kecocokan
pelamar. Wawancara ini berguna sebagai suatu cara efektif untuk meminimumkan
pertukaran karyawan, karena karyawan telah dapat memahami perusahaan dan
pekerjaannya sebelum mereka mengambil keputusan untuk bekerja pada perusahaan.
7. Keputusan
Penerimaan
Apakah diputuskan oleh
atasan langsung atau departement personalia, keputusan penerimaan menandai
berakhirnya proses seleksi. Dari sudut pandangan hubungan masyarakat (public
relations), para pelamar lain yang tidak terpilih harus diberitahu. Departemen
personalia dapat mempertimbangkan lagi para pelamar yang ditolak untuk
lowongan-lowongan pekerjaan lainnya karena mereka telah melewati berbagai macam
tahap proses seleksi.
· 8.
Hasil
seleksi dan umpan balik
Hasil
akhir proses seleksi adalah orang yang diterima sebagai karyawan baru. Bila masukan-masukan
seleksi diperhatikan dengan seksama dan langkah-langkah dalam proses seleksi
diikuti secara benar, maka para karyawan baru akan merupakan sumber daya
manusia yang produktif. Dan karyawan produktif adalah bukti paling baik suatu
proses seleksi yang efektif.
Untuk
mengevaluasi baik karyawan baru maupun proses seleksi diperlukan umpan balik.
Umpan balik ini mungkin mencakup informasi tentang kepuasan karyawan,
perputaran dan absensi, prestasi kerja, kegiatan serikat kerja, atau sikap
penyelia. Umpan balik yang konstruktif diperoleh melalui diperoleh melalui
serangkaian pertanyaan tertentu. Bagaimana karyawan baru menyesuaikan diri
dengan organisasi? Bersikap terhadap pekerjaan? Terhadap karier dimana
pekerjaan merupakan salah satu komponen? Dan akhirnya, bagaimana karyawan
melaksanakan pekerjaan? Jawaban-jawaban untuk masing-masing pertanyaan tersebut
memberikan umpan balik tentang karyawan baru dan proses seleksi.
3.
Syarat-Syarat Seleksi dan Penempatan
Efektivitas
fungsi seleksi dan penempatan sangat ditentukan oleh beberapa syarat penting,
dan bahkan tergantung pada informasi-informasi yang diperoleh dari
syarat-syarat tersebut. Informasi-informasi yang diperoleh melalui
syarat-suarat tersebut akan dijadikan masukan bagi seorang manajer dalam
mengambil keputusan penerimaan dan penempatan seorang pekerja. Syarat-syarat
yang dimaksud adalah :
1.
Informasi
analisis jabatan, yang memiliki diskripsi jabatan, spesifikasi jabatan dan
standar-standar prestasi yang disyaratkan setiap jabatan.
2.
Rencana-rencana
sumber daya manusia yang memberikan informasi kepada manajer tentang tersedia
atau tidaknya lowongan pekerjaan dalam organisasi
3. Keberhasilan fungsi
rekrutmen yangn akan menjamn manajer bahwa tersedia sekelompok orang yang akan
dipilih.
Dalam
pelaksanaan penempatan pegawai Bedjo Siswanto (1989: 88) mengemukakan bahwa
faktor yang harus dipertimbangkan dalam penempatan pegawai adalah sebagai
berikut:
a. Faktor Prestasi
Akademis
Prestasi
akademis yang telah dicapai oleh pegawai selama mengikuti jenjang pendidikan,
sebelumnya harus mendapatkan pertimbangan dalam menempatkan di mana pegawai
yang bersangkutan harus melaksanakan tugas dan pekerjaan serta mengemban
wewenang dan tanggung jawab. Pegawai yang memiliki prestasi akademik yang
tinggi harus ditempatkan pada tugas dan pekerjaan yang diperkirakan dia mampu
mengembannya.
b.
Faktor Pengalaman
Pengalaman
bekerja pada pekerjaan yang sejenis yang telah dialami sebelumnya, perlu
mendapatkan pertimbangan dalam rangka penempatan pegawai. Pengalaman bekerja
banyak memberikan kecenderungan bahwa yang bersangkutan memiliki keahlian dan
keterampilan kerja yang relatif tinggi. Pengalaman bekerja yang dimiliki oleh
seseorang, kadang-kadang lebih dihargai daripada tingkat pendidikan yang menjulang
tinggi.
c.
Faktor kesehatan fisik dan mental
Faktor
ini perlu mendapatkan pertimbangan dalam menempatkan pegawai karena tanpa
dipertimbangkan, hal-hal yang dapat merugikan organisasi tidak menutup
kemungkinan akan terjadi. Walaupun kurang akurat tingkat kepercayaan terhadap
hasil tes kesehatan yang dilakukan, terutama tentang kondisi fisik, namun
sepintas lalu dapat dilihat kondisi fisik pegawai yang bersangkutan untuk
dipertimbangkan, pada tempat mana pegawai yang bersangkutan diberikan tugas dan
pekerjaan yang cocok baginya berdasarkan kondisi fisik yang dimiliki. Melihat
kesehatan mental, sebenarnya tak semudah menilai kesehatan fisik, karena untuk
menguji kesehatan mental diperlukan dokter khusus yang ahli tentang lingkup
tersebut.
d.
Faktor Usia
Dalam
rangka menempatkan pegawai, faktor usia pada diri pegawai yang lulus dalam
seleksi, perlu mendapatkan pertimbangan untuk menghindarkan rendahnya
produktivitas yang dihasilkan oleh pegawai yang bersangkutan.
4. 4. pengaruh Nilai terhadap Seleksi dan Penempatan
Fungsi
seleksi dan penempatan ini juga sangat dipengaruhi oleh nilai – nilai.nPara legislator yang
terpilih, dan para eksekutif teras berusaha menetapkan kriteria seleksi dan
penempatan, bahkan promosi, yang sesuai dengan falsafah – falsafah politik dan
tujuan-tujuan program dari para pejabat terpilih. Cara pelaksanaan tersebut
mulai dari spoils system dalam mana kebanyakan jabatan diisi berdasarkan
political patronage, hingga ke merit system dalam mana kebanyakan para pekerja
adalah pegawai – pegawai yang berpengalaman dengan orang-orang yang dipilih
secara politik sebagai pimpinan instansi.
Pembuatan
keputusan dan implementasi terus menjadi tempat persaingan nilai tersebut.
Bahkan hubungan sering ditandai dengan ketegangan, bukan karena masing-masing
kelompok berusaha menghalangi yang lain, tetapi karena masing-masing kelompok
scara khas ingin mewujudkan nilai-nilai yang menjadi pokok perspektif mereka.
Nilai yang
dewasa ini yang menonjol pengaruhnya terhadap proses pencarian instansi adalah social equity, dan nilai ini merupakan
yang paling menantang nilai pencarian tradisional.
5. 5. Tes Keabsahan ( Validation ) dan Bentuk Bentuk
Keabsahan
Tes
validasi adalah penentuan cakupan apakah suatu alat seleksi bersesuaian dengan
syarat pekerjaan. Dimana terdapat 3 strategi validitas, yaitu:
1.
Empirical Validation
ini
dikenal dengan keabsahan kriteria (criterion
validation) yang menghendaki bahwa suatu angka test dalam pengertian
statistik dapat dikorelasikan secara signifikan dengan unsur penting dari
performansi kerja. Sehingga tes ini akan memakan waktu dan uang dan dapat menjadi
tidak praktis bagi organisasi yang mempekerjaan sedikit orang pada suatu klas
pekerjaan.
2. Construct
Validation
adalah
tes yang mengidentifikasikan ciri-ciri psikologis atau ketangkasan yang
dikaitkan dengan keberhasilan kinerja pekerjaan tersebut. Ini membutuhkan jasa
konsultan yang valid dan independen. Dan tes ini merupakan metode pilihan untuk
jabatan pemerintahan dalam rangka peningkatan produktifitas dan kejelasan
harapan kinerja.
3. Content Validation
tes
ini menuntut adanya kualifikasi minimum yang logis yang dikaitkan dengan
kewajiban dari jabatan yang akan ditempati, standar kinerja realistik,
ketrampilan, pengetahuan sesuai dengan SKAs. Tes ini juga dapat digunakan untuk
kriteria seleksi dan promosi dengan mengukur kinerja seorang pekerja. Ini
menuntut bahwa kualifikasi-kualifikasi minimum secara logis akan dikaitkan
dengan kewajiban-kewajiban dari jabatan yang akan ditempati oleh para pelamar.
Tipe penilaian ini menuntut bahwa pekerjaan harus dianalisis untuk menentukan
tugas-tugasnya, keadaan-keadaan khusus yang membuat pekerjaan mudah atau sulit,
standar-standar kinerja yang realistik, ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan,
dan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakari fugas-tugas tersebut
sesuai dengan standar-standar tersebut di bawah kondisi-kondisi itu, dan
kualifikasi minimal yang diperlukan untuk memastikan bahwa seorang pelamar
mempunyai SKAs (Knowledge,Skills and
Abilities).
6. 6. Metode Penempatan dan Seleksi
Dalam proses seleksi adalah menetapkan
kualifikasi minimal bagi suatu jabatan melalui analisis jabatan ini berkaitan
dengan metode-metode tertentu yang di untuk mengukur kualifikasi-kualifikasi
dari pelamar atau pekerja. Ada enam metode
yang biasanya digunakan, yakni:
a. Tinjauan data biografis
Tinjauan
mengenai pendidikan dan pengalaman seorang pelamar, melalui suatu bentuk
pengajuan lamaran yang dibakukan, adalah metode yang paling dasar dalam proses
seleksi. Pendidikan dan pengalaman menjadi unsure penting dari catatan
perorangan dari para pelamar yang terpilih.
b. Tes-tes bakat/ ketangkasan
Tes
ketangkasan secara relative tidaklah mahal untuk dilaksanakan, dan pastinya
menghasilkan tingkat akurasi yang tinggi.Tes ini mengukur cirri-ciri
kepribadian, yang kemudian dibandingkan dengan profil-profil dari pekerja yang
ada yang dianggap sukses, atau terhadap cirri-ciri yang diduga keras berkaitan
dengan kinerja.
c. Tes-tes kemampuan
Tes
ini mengukur luasnya kemampuan umum atau keterampilan-keterampilan yang
berkaiatan dengan kinerja pekerjaan.
d. Ujian-ujian penampilan (Tes Performansi)
Semakin
kuat tes kemampuan merangsang tugas-tugas pekerjaan dan konteks yang aktual,
tes tersebut semakin kuat menjadi sebuah tes performansi.
e. Referensi-referensi
Referensi
merupakan metode seleksi yang penting, dipakai untuk memeriksa pendidikan dan
riwayat-riwayat atau untuk memperoleh keterangan tentang kepribadian atau
keterampilan pelamar.
f. Evaluasi kinerja (hanya untuk penilaian
promosi dari pekerja-pekerja yang sudah ada)
Evaluasi performansi
digunakan untuk menilai potensi bagi penugasan kembali atau promosi, atau
bahkan persyaratan bagi lowongan promosi tertentu.
7. Kendala
Kendala dalam memilih Metode Seleksi dan Penempatan
Beberapa
kesulitan dan kendala dalam memilih diantara kesembilan metode seleksi dan
penempatan, yaitu:
1. Tingkat validitas yang
berbeda dan keterkaitan kerja yang berbeda
2.
Masing-masing
metode mempunyai tingkat reliabilitas atau kekonsistenan angka bagi seorang
pelamar dibandingkan waktu.
3.
Metode tersebut mempunyai tingkat
biaya yang bervariasi, dari yang
mulai
tidak mahal hingga biaya yang sangat mahal.
4. Orientasi
nilai (efiensi, kepentingan, keadilan) dari sebuah organisasi juga mempengaruhi
dalam pemilihan metode seleksi dan penempatan.
8.
Strategi
Validasi Tes
Tes
yang valid bukan saja secara legal dipertahankan di bawah peraturan-peraturan ,
tetapi jga berakibat dalam mempekerjakan true positives dan penolakan fals
negatives untuk mengadopsikan pendekatan
yang bagus berikut:
a.
Mengidentifikasikan kelompok-kelompok
jabatan dengan jumlah pekerja yang paling banyak.
b. Mengidentifikasikan
jabatan-jabatan yang paling mungkin menjadi suatu subyek dari penyelidikan atau
perkara hukum.
Kesimpulan :
Seleksi
adalah proses pencarian karyawan untuk menyeleksi calon tenaga kerja yang
dianggap memenuhi kriteria yang sesuai dengan karakter pekerjaan yang dilamar
dengan sasaran membuat suatu rekomendasi untuk menolak atau menerima calon
tenga kerja berdasarkan suatu dugaan tentang potensi-potensi dari calon tenaga
kerja untuk berhasil dalam bekerja.
Proses seleksi bukan merupakan tujuan akhir, tetapi prasarana
dengan mana organisasi berupaya untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasarannya.
Referensi :
Gomes, Faustino Cardoso, 2003, Manajemen
Sumber Daya Manusia, Yogyakarrta : Andi Offset.
T. Hani handoko, 2011 Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia Yogyakartan: BPFE-Yogyakarta.
http://mastarmudi.blogspot.com/2010/03/seleksi-dan-penempatan-kerja.html